Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Liputan Kompas: Nasib Perempuan Indonesia oleh Saparinah Sadli

Lebih dari seratus tahun lalu Kartini meninggal, empat hari sesudah melahirkan anak pertamanya. Dokter Belanda sebelumnya mendiagnosis tidak ada masalah pada kesehatan Kartini pasca-melahirkan. Namun, beberapa jam setelah dokter pergi, Kartini menurun kondisinya lalu meninggal. Kartini bukan orang miskin. Sebagai istri bupati, ia mendapat pelayanan kesehatan optimal. Dalam buku Door Duisternis tot Licht, kematiannya direspons dengan pernyataan non-medis seperti: ”Kartini sudah mengisyaratkan meninggal pada usia 25 tahun. Kartini minta adiknya (Rukmini) merawat bayinya andai kata ia meninggal”. Pada catatan kesehatannya, tampak potret Kartini dengan kondisi fisik tidak baik (sering sakit) setelah menjadi istri Bupati Rembang. Keputusan Kartini memenuhi permintaan bapaknya untuk kawin menghancurkan hatinya. Dia mengubur aspirasinya menjadi perempuan mandiri. Ia jelas menderita secara psikologis dan memikulnya sendiri. Sebagai Raden Ayu (suaminya punya tiga istri), Kartini menderi...

Pemenuhan Hak-Hak Konstitusional Perempuan dan Otonomi Daerah

Oleh  Christina Yulita Purbawati Divisi Parmas Otonomi Daerah hadir untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah. Meski beberapa daerah menunjukkan proses menuju pencapaian tujuan tersebut, misalnya telah ada kebijakan daerah yang mendukung pelayanan visum gratis, adanya  Women Crisis Center  (WCC), namun lebih banyak elit politik di daerah yang justru menggunakan Otonomi Daerah semata untuk meraih kekuasaan. Akibatnya tujuan utama menyejahterakan masyarakat terabaikan. Demikian diungkapkan oleh R. Siti Zuhro, MA, PhD, Peneliti Senior Ahli Politik LIPI dalam diskusi terbatas yang di gelar Komnas Perempuan (24/10/11). Komnas Perempuan mencatat hingga Agustus 2011 terdapat 207 kebijakan yang diskriminatif, naik 74 persen dari tahun 2009. Dari sejumlah 207 kebijakan diskriminatif tersebut sebanyak 23 diantaranya secara langsung diskriminatif terhadap p...

PERKOSAAN

PERKOSAAN Dalam ruang budaya Indonesia, istilah perkosaan selalu dimaknai sebagai pemaksaan hubungan seksual terhadap perempuan. Di sini perempuan diposisikan sebagai korban kekerasan seksual. Perkosaan merupakan kekerasan seksual paling menyakitkan dan meninggalkan trauma psikologis yang panjang dan sulit dihapuskan dalam seluruh kehidupan korban. Kecenderungan hari ini menunjukkan bahwa peristiwa perkosaan semakin memperlihatkan eskalasi yang sering baik secara kwantitas maupun modus operandinya, di ruang tertutup, di gubuk yang lengang di kantor yang terkunci, maupun di ruang terbuka, di angkutan kota dan sebagainya. Perkosaan tidak hanya dilakukan seorang diri, tetapi sering juga terjadi secara beramai-ramai. Perkosaan merupakan tindakan yang melanggar harkat dan martabat kemanusiaan, dan karena itu harus dihukum berat. Ibnu Hazm ahli fiqh Andalusia, menggolongkan pemerkosa sebagai “muharib” (penyerang dalam perang). Ia mengatakan : “al-Muhârib ialah orang yang merasa di...

Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus

Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini masih mencerminkan adanya penyalahgunaan (abuse), eksploitasi, diskriminasi, dan masih mengalami beberapa tindak kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial anak. Padahal, anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan generasi penerus perjuangan penentu masa depan bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang memberi perlindungan khusus kepada anak-anak Indonesia yang berada dalam keadaan sulit tersebut. Pasal 59 UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada: 1. Anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam, dan anak dalam situasi konflik bersenjata) 2. Anak yang berhadapan dengan hukum 3. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi 4. Anak tereksploitasi secara ekonomi dan /atau seksual 5. Anak yang diperdagangkan 6. A...